Jumat, 09 Oktober 2009

Teori Komunikasi Massa

TEORI KOMUNIKASI MASSA

Komunikasi Massa (Mass Communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (Surat Kabar, Majalah) atau elektronik (radio, televisi) yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar dibanyak tempat.

1. Teori Pengaruh Tradisi (The Effect Tradition)
Teori pengaruh komunikasi massa dalam perkembangannya telah mengalami perubahan yang kelihatan berliku-liku dalam abad ini. Dari awalnya, para peneliti percaya pada teori pengaruh komunikasi “peluru ajaib” (bullet theory) Individu-individu dipercaya sebagai dipengaruhi langsung dan secara besar oleh pesan media, karena media dianggap berkuasa dalam membentuk opini publik. Menurut model ini, jika Anda melihat iklan Close Up maka setelah menonton iklan Close Up maka Anda seharusnya mencoba Close Up saat menggosok gigi.
Kemudian pada tahun 50-an, ketika aliran hipotesis dua langkah (two step flow) menjadi populer, media pengaruh dianggap sebagai sesuatu yang memiliki pengaruh yang minimal. Misalnya iklan Close Up dipercaya tidak akan secara langsung mempengaruhi banyak orang-orang untuk mencobanya. Kemudian dalam 1960-an, berkembang wacana baru yang mendukung minimalnya pengaruh media massa, yaitu bahwa pengaruh media massa juga ditengahi oleh variabel lain. Suatu kekuatan dari iklan Close Up secara komersil atau tidak untuk mampu mempengaruhi khalayak agar mengkonsumsinya, tergantung pada variabel lain. Sehingga pada saat itu pengaruh media dianggap terbatas (limited-effects model).

Sekarang setelah riset di tahun 1970-an dan 1980-an, banyak ilmuwan komunikasi sudah kembali ke powerful-effects model, di mana media dianggap memiliki pengaruh yang kuat, terutama media televisi.Ahli komunikasi massa yang sangat mendukung keberadaan teori mengenai pengaruh kuat yang ditimbulkan oleh media massa adalah Noelle-Neumann melalui pandangannya mengenai gelombang kebisuan.

2. Uses, Gratifications and Depedency
Salah satu dari teori komunikasi massa yang populer dan serimg diguankan sebagai kerangka teori dalam mengkaji realitas komunikasi massa adalah uses and gratifications. Pendekatan uses and gratifications menekankan riset komunikasi massa pada konsumen pesan atau komunikasi dan tidak begitu memperhatikan mengenai pesannya. Kajian yang dilakukan dalam ranah uses and gratifications mencoba untuk menjawab pertanyan : “Mengapa orang menggunakan media dan apa yang mereka gunakan untuk media?” (McQuail, 2002 : 388). Di sini sikap dasarnya diringkas sebagai berikut :

Studi pengaruh yang klasik pada mulanya mempunyai anggapan bahwa konsumen media, bukannya pesan media, sebagai titik awal kajian dalam komunikasi massa. Dalam kajian ini yang diteliti adalah perilaku komunikasi khalayak dalam relasinya dengan pengalaman langsungnya dengan media massa. Khalayak diasumsikan sebagai bagian dari khalayak yang aktif dalam memanfaatkan muatan media, bukannya secara pasif saat mengkonsumsi media massa(Rubin dalam Littlejohn, 1996 : 345).

Di sini khalayak diasumsikan sebagai aktif dan diarahkan oleh tujuan. Anggota khalayak dianggap memiliki tanggung jawab sendiri dalam mengadakan pemilihan terhadap media massa untuk mengetahui kebutuhannya, memenuhi kebutuhannya dan bagaimana cara memenuhinya. Media massa dianggap sebagai hanya sebagai salah satu cara memenuhi kebutuhan individu dan individu boleh memenuhi kebutuhan mereka melalui media massa atau dengan suatu cara lain. Riset yang dilakukan dengan pendekatan ini pertama kali dilakukan pada tahun 1940-an oleh Paul Lazarfeld yang meneliti alasan masyarakat terhadap acara radio berupa opera sabun dan kuis serta alasan mereka membaca berita di surat kabar (McQuail, 2002 : 387). Kebanyakan perempuan yang mendengarkan opera sabun di radio beralasan bahwa dengan mendengarkan opera sabun mereka dapat memperoleh gambaran ibu rumah tangga dan istri yang ideal atau dengan mendengarkan opera sabun mereka merasa dapat melepas segala emosi yang mereka miliki. Sedangkan para pembaca surat kabar beralasan bahwa dengan membeca surat kabar mereka selain mendapat informasi yang berguna, mereka juga mendapatkan rasa aman, saling berbagai informasi dan rutinitas keseharian (McQuail, 2002 : 387).

Riset yang lebih mutakhir dilakukan oleh Dennis McQuail dan kawan-kawan dan mereka menemukan empat tipologi motivasi khalayak yang terangkum dalam skema media – persons interactions sebagai berikut :
Diversion, yaitu melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan emosi
Personal relationships, yaitu persahabatan; kegunaan sosial
Personal identity, yaitu referensi diri; eksplorasi realitas; penguatan nilai
Surveillance (bentuk-bentuk pencarian informasi) (McQuail, 2002 : 388).
Seperti yang telah kita diskusikan di atas, uses and gratifications merupakan suatu gagasan menarik, tetapi pendekatan ini tidak mampu melakukan eksplorasi terhadap berbagai hal secara lebih mendalam. Untuk itu mari sekarang kita mendiskusikan beberapa perluasan dari pendekatan yang dilakukan dengan teori uses and gratifications.

3. Teori Pengharapan Nilai (The Expectacy-Value Theory)
Phillip Palmgreen berusaha mengatasi kurangnya unsur kelekatan yang ada di dalam teori uses and gratification dengan menciptakan suatu teori yang disebutnya sebagai expectance-value theory (teori pengharapan nilai).
Dalam kerangka pemikiran teori ini, kepuasan yang Anda cari dari media ditentukan oleh sikap Anda terhadap media –kepercayaan Anda tentang apa yang suatu medium dapat berikan kepada Anda dan evaluasi Anda tentang bahan tersebut. Sebagai contoh, jika Anda percaya bahwa situated comedy (sitcoms), seperti Bajaj Bajuri menyediakan hiburan dan Anda senang dihibur, Anda akan mencari kepuasan terhadap kebutuhan hiburan Anda dengan menyaksikan sitcoms. Jika, pada sisi lain, Anda percaya bahwa sitcoms menyediakan suatu pandangan hidup yang tak realistis dan Anda tidak menyukai hal seperti ini Anda akan menghindari untuk melihatnya.

4. Teori Ketergantungan (Dependency Theory)
Teori ketergantungan terhadap media mula-mula diutarakan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin Defleur. Seperti teori uses and gratifications, pendekatan ini juga menolak asumsi kausal dari awal hipotesis penguatan. Untuk mengatasi kelemahan ini, pengarang ini mengambil suatu pendekatan sistem yang lebih jauh. Di dalam model mereka mereka mengusulkan suatu relasi yang bersifat integral antara pendengar, media. dan sistem sosial yang lebih besar.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh teori uses and gratifications, teori ini memprediksikan bahwa khalayak tergantung kepada informasi yang berasal dari media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan khalayak bersangkutan serta mencapai tujuan tertentu dari proses konsumsi media massa. Namun perlu digarisbawahi bahwa khalayak tidak memiliki ketergantungan yang sama terhadap semua media. Lalu apa yang sebenarnya melandasi ketergantungan khalayak terhadap media massa ?

Ada dua jawaban mengenai hal ini. Pertama, khalayak akan menjadi lebih tergantung terhadap media yang telah memenuhi berbagai kebutuhan khalayak bersangkutan dibanding pada media yang menyediakan hanya beberapa kebutuhan saja. Jika misalnya, Anda mengikuti perkembangan persaingan antara Manchester United, Arsenal dan Chelsea secara serius, Anda mungkin akan menjadi tergantung pada tayangan langsung Liga Inggris di TV 7. Sedangkan orang lain yang lebih tertarik Liga Spanyol dan tidak tertarik akan Liga Inggris mungkin akan tidak mengetahui bahwa situs TV 7 berkaitan Liga Inggris telah di up date, atau tidak melihat pemberitaan Liga Inggris di Harian Kompas.

Sumber ketergantungan yang kedua adalah kondisi sosial. Model ini menunjukkan sistem media dan institusi sosial itu saling berhubungan dengan khalayak dalam menciptakan kebutuhan dan minat. Pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi khalayak untuk memilih berbagai media, sehingga bukan sumber media massa yang menciptakan ketergantungan, melainkan kondisi sosial.
Untuk mengukur efek yang ditimbulkan media massa terhadap khalayak, ada beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu riset eksperimen, survey dan riset etnografi.

Posted in Teori Komunikasi. Tagged with Teori Komunikasi, Teori Komunikasi Massa.

Teknologi Komunikasi


PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, komunikasi antar manusia telah ada setua peradaban manusia itu sendiri. Namun sampai saat ini belum ditemukan dokumentasi yang menjelaskan bagaimana bentuk komunikasi pertama yang terjadi pada saat itu.
Everett M. Rogers melalui bukunya Communication Technologi : The New Media in Society antara lain mengatakan bahwa sejarah perkembangan komunikasi dapat dibagi dalam empat (4) era perkembangan. Era tersebut sebagai berikut :
1. Era komunikasi tulisan
Selama ratusan tahun, tulisan menjadi metode utama dalam berkomunikasi. Sampai Gutenberg menemukan alat cetak pada th 1465, buku-buku penting seperti Bibel diperbanyak melalui tulisan. Kebanyakan buku-buku tersebut diperbanyak di lingkungan gereja Katolik. Dengan demikian jumlah buku yang dapat dibaca sangatlah sedikit jumlahnya.
2. Era komunikasi cetakan
Sejak ditemukannya alat cetak oleh Gutenberg, distribusi buku menjadi lebih luas. Hal ini dimungkinkan karena dengan alat cetak tersebut dapat dihasilkan satu buah buku perhari. Bandingkan dengan era komunikasi tulisan dimana dalam satu tahun hanya dapat dihasilkan dua buah buku. Mulai era ini dapat dikatakan membawa perubahan yang cukup mendasar. Era kegelapan (dark age) menjadi era pencerahan (enlightment), mulai terdapat pendidikan formal dan pertumbuhan yang cepat dalam ilmu pengetahuan. Penyebarluasan buku ini menjadi factor penentu dalam peradaban Barat.
Akan tetapi karena sebagian besar masyarakat di Eropa belum melek huruf, alat cetak belum menjadi media massa. 380 tahun kemudian pada 3 September 1833, Benjamin Day meluncurkan surat kabar dengan nama the New York Sun.
3. Era telekomunikasi
Telekomunikasi elektronik pertama terjadi pada 24 Mei 1844 ketika Samuel Morse, penemu telegraph mengirim pesan dari Baltimore ke Washington DC yang berbunyi : What bhat God wroght?. Pesan yang dikirimkan secara elektronik tersebut dapat melintas batas suatu Negara.
4. Era komunikasi interaktif
Era ini dimulai pada tahun 1946 ketika ENIAC menemukan mainframe computer dengan 18.000 cacuum tubes oleh Universitas Pennsylvania, Amerika Serikat.

Gambaran secara rinci dari keempat periode tersebut dapat dilihat sebagai berikut :

35.000 SM Zaman Cro-Magnon : Diperkirakan bahasa mulai digunakan
22.000 SM Ahli sejarah menemukan lukisan dalam gua.

Era komunikasi tulisan :
4.000 SM Bangsa Sumeria menulis dalam lembaran tanah liat
Th.1041 Pi Sheng, di Cina menemukan sejenis alat cetak buku sederhana
Th.1241 Tulisan dalam lembaran tanah liat diganti oleh tulisan dalam lembaran metal di Kore

Era komunikasi cetakan :
Th.1456 Gutenberg menemukan alat mesin cetak ( metal ) hand press
Th.1833 Penerbitan suratkabar penny press yang pertama, The New York Sun
Th.1839 Daguerre menemukan metode fotografi yg praktis untuk suratkabar

Era telekomunikasi :
Th.1844 Samuel Morse mengirimkan pesan melalui alat telegraph pertama
Th.1876 Alexander Grahamm Bell mengirimkan pesan melalui pesawat telepon yang pertama
Th.1894 Penemuan film bioskop
Th.1895 Guglielmo Marconi mengirmkan pesan melalui radio
Th.1912 Lee de Forest menemukan ‘vacum tube’
Th.1920 Siaran radio pertama oleh KDKA di Pittsburgh, Amerika Serikat
Th.1933 RCA di Amerika Serikat mendemonstrasikan TV
Th.1941 Siaran TV komersial pertama

Era komunikasi interaktif :
Th.1946 Penemuan mainframe computer, ENIAC dengan 18.000 vacum tubes oleh Universitas Pennsylvania, Amerika Serikat.
Th.1947 William Shockley,John Bardeen dan Walter Brattain menemukan pesawat radio transistor
Th 1956 Penemuan video tape oleh perusahaan Ampex, Redwood City, California, Amerika Serikat
Th 1957 Rusia meluncurkan satelit angkasa luar pertama,SPUTNIK
Th.1969 Pesawat luar angkasa NASA berpenumpang manusia mendarat di Bulan, dikendalikan oleh minicomputer yang besarnya 3000 kali lebih kecil dari ENIAC
Th 1971 Penemuan microprocessor, sebuah unit pengendali computer (CPU) dengan semiconductor chip oleh Ted Hoff
Th 1975 Pemasaran microcomputer pertama, Altair 8800
Th 1975 HBO ( Home Box Office ) mulai menyiarkan siaran TV kabel melalui satelit
Th 1976 Sistem teletext pertama diperkenalkan oleh BBC dan ITV di Inggris
Th 1977 Qube, system TV kabel interaktif pertama diperkenalkan di Columbus,Ohio, Amerika Serikat
Th 1979 Sistem videotext pertama diperkenalkan oleh British Post Office,Inggris

Perkembangan akhir teknologi komunikasi dewasa ini adalah fenomena perkawinan antara teknologi komputer dan telekomunikasi yaitu internet. Kajian dalam bidang teknologi ini telah memposisikan internet sebagai konvergensi. Internet mampu menampilkan teknologi media yang sebelumnya berkumpul bersama dalam dunia maya dan bisa diakses dari segala belahan dunia secara ”real time”. Saat ini kita yang ada di Indonesia bisa baca majalah Time, Herrald Tribun yang terbit dari belahan negara lain secara real time bersamaan dengan masyarakat yang berada di dekitar wilayah dimana media tersebut terbit. Bukan hanya media cetak yang sudah bisa diakses melalui internet, tetapi radio dan televisi.
Perkembangan teknologi internet yang diawali dari program pertahanan Departemen Pertahanan Amerika Serikat, akhirnya telah menjadi suatu perwujudan ”Global Village”-nya McLuhan. Borderless World –dunia tanpa batas.

Ilmu Komunikasi: Bidang-bidang Komunikasi

Ilmu Komunikasi: Bidang-bidang Komunikasi

Bidang-bidang Komunikasi


Pendahuluan
Pada bagian ini kita kaji tentang karakteristik komunikasi massa yang oleh banyak orang hanya dibatasi pada “komunikasi berhadapan dengan massa” atau “komunikasi berhadapan dengan orang banyak” atau “berpidato di hadapan dengan orang banyak”. Secara konseptual pemahaman ini kurang pas. Dalam bahasa Inggris, untuk menyebut “komunikasi berhadapan dengan massa atau publik” ini digunakan istilah “public speaking” ---misalnya, seorang kandidat presiden yang sedang berpidato di hadapan massa pendukungnya di sebuah lapangan terbuka.
Di sini, dalam studi komunikasi, komunikasi massa selalu dimengerti sebagai “komunikasi dengan menggunakan media massa”. Jika kita menyebut media massa, yang ditunjuk surat kabar, majalah atau tabloid, yang dikelompokkan ke dalam media cetak; atau radio dan televisi, yang keduanya disebut media elektronika. Media massa juga biasa disebut sebagai “media”, saja. Frasa “komunikasi massa” kita adopsi dari istilah bahasa Inggris “mass communication”, atau komunikasi media massa (mass media communication), yang berarti komunikasi dengan menggunakan media massa atau komunikasi yang “mass mediated”---komunikator tak dapat bertatap langsung dengan khalayak. Sedangkan istilah “mass media” (Inggris) atau “media massa” (Indonesia) adalah dari “media of mass communication”---media yang digunakan dalam komunikasi massa.
Sementara DeFleur & McQuails mendefinsikan komunikasi massa sebagai “suatu proses melalui mana komunikator-komunikator menggunakan media untuk menyebarluskan pesan-pesan secara luas dan terus-menerus menciptakan makna-makna serta diharapkan dapat mempengaruhi khalayak yang besar dan beragam dengan melalui berbagai macam cara.”
Definisi lain datang dari Littlejohn yang mengatakan “komunikasi massa adalah suatu proses dengan mana organisasi-organisasi media memproduksi dan mentransmisikan pesan-pesan kepada publik yang besar, dan proses di mana pesan-pesan itu dicari, digunakan, dimengerti, dan dipengaruhi oleh audience.” Ini artinya, proses produksi dan transmisi pesan dalam komunikasi massa sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan kepentingan audience.
Namun demikian, surat khabar, radio, atau televisi sebenarnya hanya merupakan alat teknis. Komunikasi massa yang dimaksud di sini bukan semata-mata komunikasi dengan bantuan teknologi radio, televisi, atau teknik-teknik modern lainnya. Meskipun teknologi modern selalu digunakan dalam proses komunikasi massa, tetapi penggunaan alat-alat teknis ini tidak selalu menunjukkan komunikasi yang disebut komunikasi massa . Peralatan teknis ini tidak bisa dicampuradukkan dengan “proses” yang akan menjadi bahasan kita di sini. Komunikasi massa, sebagaimana digunakan di sini, bukan semata-mata suatu sinonim untuk komunikasi dengan bantuan radio, televisi, atau teknik-teknik modern lainnya. Ilustrasi berikut bisa lebih menjelaskan hal ini.
Suatu penyiaran televisi oleh stasiun televisi kepada masyarakat luas mengenai konvensi politik, misalnya, merupakan komunikasi massa; tetapi siaran dalam sirkuit tertutup di mana operasi-operasi industri dimonitor melalui layar pesawat televisi oleh seorang ahli mesin, tidak bisa dikatakan sebagai komunikasi massa. Mengambil contoh yang lebih nyata, film “Pearl Harbour” yang disiarkan oleh salah satu stasiun televisi kita adalah komunikasi massa, tetapi rekaman video film mengenai pernikahan anak Pak Noyo dengan putri Pak Genggong yang diputar di ruang keluarga, bukan komunikasi massa.
Kedua, media di atas menggunakan teknik yang sama---transmisi elektronik dari gambar di satu fihak, dan perekaman film di fihak lain. Meski begitu, salah satu diantaranya tidak menerangkan atau menunjukkan komunikasi massa. Bukan komponen-komponen teknis dari sistem komunikasi modern itu yang membedakannya sebagai media massa. Komunikasi massa merupakan jenis khusus dari komunikasi sosial yang melibatkan berbagai kondisi pengoperasian, terutama sifat khalayak, sifat bentuk komunikasi, dan sifat komunikatornya .
Contoh lain yang relevan adalah telepon. Meskipun telepon membuat orang bisa berkomunikasi dengan orang lain dengan jarak geografis yang secara teoritis tak terbatas, tetapi alat komunikasi modern ini juga bukan komunikasi massa. Telepon bukan komunikasi massa sebab audiensnya tidak dalam jumlah besar dan tidak beragam---yang merupakan salah satu karakteristik institusi media yang penting. Orang-orangnya juga bukan komunikator profesional.
Ini berarti, ada beberapa syarat agar suatu format komunikasi disebut komunikasi massa atau institusi media. Syarat-syarat itu akan memberikan karakteristik khusus pada institusi media, yang membedakannya dengan format komunikasi yang lain (misalnya komunikasi antarpersona atau komunikasi organisasional), dan dengan institusi lain (misalnya dengan institusi pemerintah, pengadilan, atau keluarga). Memahami media dengan pendekatan institusional ini dilakukan agar fenomena media yang kompleks ini dapat dijelaskan secara komprehensif.


PROSES DALAM KOMUNIKASI MASSA
Dalam komunikasi massa, proses itu tentu disesuaikan dengan medianya. Definisi yang kita kutipkan di sini menunjukkan, komunikasi massa selalu berhubungan dengan transmisi dan penyebaran pesan. DeFleur/Dennis, misalnya, mengatakan “komunikasi massa adalah proses di mana komunikator professional menggunakan media untuk pesan secara luas, cepat dan kontinyu untuk menimbulkan makna yang diharapkan pada audience yang besar dan beragam dalam upaya mempengaruhinya dalam beragam cara.” Hal serupa juga dikatakan Janowitz (1968) : “komunikasi massa terdiri dari lembaga-lembaga dan teknik-teknik dengan mana kelompok-kelompok khusus menggunakan peralatan-peralatan teknologi (pers, radio, film dsb) untuk menyebarkan isi simbolik kepada audience yang banyak jumlahnya, heterogen dan terpisah-pisah.”
Dari sini kita bisa melihat komponen-komponen dalam komunikasi massa, yang mencirikan sifat khusus institusi media :
1. “Si pengirim” dalam komunikasi massa selalu merupakan bagian dari sebuah kelompok yang terorganisir, dan seringkali merupakan anggota dari sebuah lembaga yang punya fungsi lain selain komunikasi.
2. “Si penerima” selalu seseorang tetapi juga dapat dilihat oleh si pengirim sebagai suatu kelompok atau kumpulan dengan beberapa atribut umum tertentu.
3. Salurannya, tidak lagi terdiri dari hubungan antar manusia, alat-alat ekspresi atau pancaindera, tetapi mencakup alat-alat dengan sistem penyebaran yang berdasarkan teknologi. Sistem-sistem ini tetap memiliki komponen-komponen social, karena terikat pada hokum, adapt istiadat dan harapan-harapan masyarakat.
4. Pesan-pesan dalam komunikasi massa bukan merupakan sesuatu yang unik, dapat diulang-ulang dan seringkali sangat kompleks sifatnya.
Proses komunikasi dalam komunikasi massa berlangsung dengan menggunakan media massa. Media massa dengan demikian, maka proses ini akan lebih kompleks bila dibandingkan dengan, misalnya, komunikasi antar persona. Sementara DeFleur/Dennis, menunjuk adanya lima tahap proses komunikasi massa (DeFleur, 1988 : 6) :
• Sebuah pesan diformulasikan oleh para komunikator professional
• Pesan dikirim secara cepat dan kontinyu dengan meneruskannya melalui media.
• Pesan menjangkau audiens yang luas dan beragam, yang menyertai media dengan cara yang selektif.
• Individu anggota audiens menginterpretasikan pesan dengan cara sesuai dengan makna berdasarkan pengalamannya yang diharapkan kurang lebih sama dengan yang dimaksud komunikator professional.
• Sebagai hasil pengalaman makna ini anggota audiens dipengaruhi dalam suatu cara bahwa komunikasi memiliki pengaruh.

Berikut adalah komponen-komponen proses komunikasi ini :
1. Komunikator profesional
Diantara beberapa komponen dalam proses komunikasi massa. “komunikator profesional” memegang peranan penting dalam proses komunikasi massa. Komunikator professional adalah sebuah tim, yang terdiri dari orang-orang yang berperan memproduksi proses komunikasi massa.
Dengan demikian, komunikator professional adalah “orang-orang media” itu sendiri atau dari institusi lain yang membentuk pesan dalam suatu format yang dapat ditransmisikan melalui media massa. Mereka adalah para spesialis yang memiliki keahlian khusus di bidangnya, seperti pada produser, editor, reporter, wartawan, redaktur, dan bagian teknis, yang mengorganisasi, mengedit, dan menyebarkan informasi, hiburan, drama, dan bentuk isi media yang lain. Umumnya mereka ada di rumah produksi (production house), perusahaan atau biro iklan.
2. Penjaga Gawang (Gatekeeper)
Komunikator profesional memiliki fungsi yang dikonsepsikan sebagai “penjaga gawang” (gatekeeper). Penjaga gawang adalah orang yang---dengan memilih, mengubah, dan menolak pesan---dapat mempengaruhi aliran informasi kepada seseorang atau sekelompok penerima.
Keputusan penjaga gawang mengenai informasi mana yang diterima dan ditolak dipengaruhi oleh banyak variable.
3. Cepat dan Kontinyu
Tahap ketiga dari proses komunikasi masa adalah menggerakkan pesan untuk mengatasi hambatan ruang dan waktu. Dikatakan, media massa dapat mengatasi ruang dan waktu. Ini berarti, pengiriman pesan-pesan media massa, lebih dari media anatra personal, dilakukan secara cepat dan menyebar dalam jangkauan yang luas. Pada media cetak, penyebaran pesan tidak begitu cepat, setidak-tidaknya tidak secepat media elektronika.
Pada media elektronika kecepatan dan mengatasi hambatan geografis menjadi nomor satu. Dengan teknologi komunikasi, dunia menjadi apa yang oleh Marshall Mcluhan sebagai ‘global village’. Penyebab utamanya adalah satelit komuknikasi. Satelit komunikasi menerima, memperkuat, dan mentransmisi sinyal suara, musik, TV, telepon, telegraf dan data dari titik ke titik lain di bumi. Wilayah liputannnya mencapai hingga 2/5 permukaan bumi, dan dapat menhubungkan informasi dari stasiun bumi ke satu atau banyak stasiun bumi yang lain.
Dikatakan kontinyu karena media massa bekerja secara ajeg. Ada periodesasi dan terus menerus. Surat kabar harian terbit setiap hari, majalah terbit setiap bulan, misalnya. Radio dan televisi menyiarkan program setiap hari, dalam rata-rata 20-an jam.
4.Keragaman Audiens
Pesan menjangkau audiens yang luas dan beragam, yang menyertai media dengan cara yang selektif. Karena sifatnya yang umum, audiens media bisa sangat beragam, tidak memandang status sosial, tingkat pendidikan, agama, suku, ras, dan segala macam pengelompokan social. Hal ini terlihat dari, misalnya bahsa yang digunakan. Sebisa-bisanya bahasa media harus dapat dipahami oleh semua anggota audiens pada semua tingkat intelektualitas. Pengguaan istilah-istilah teknis ilmiah misalnya, mencoba dihindari. Meskipun demikian pada kenyataannnya media mengenal sekmentasi. Sebagai contoh, semua orang tahu bahwa Koran Kompas mengambil sekmen kelas menengah ke atas, baik secara intelektual maupun ekonomis. Sementara Pos Kota mengambil sekmen masyarakat bawah. Disamping itu ada sekmentasi yang didasarkan atas jenis kelamin, usia dan hoby. Ada media yang ditujukan khusus kepada perempuan (majalan Femina, Tabloid Nova), dan ada yang khusus untuk laki-laki (Majalah Matra).
Individu anggota audiens menginterpretasikan pesan dengan cara sesuai dengan makna berdasarkan pengalamnnnya yang diharapkan kurang lebih sama dengan yang diakui komunikator professional. Makna ada pada audiens bukan pada komunikator. Oleh karena itu pesan –pesan media selalu diinterpretasikan oleh audiens berdasartkan simpanan prengetahuan yang ada pada mremori masing-masing individu.
Jarang terjadi makna yang dimaksudkan oleh komunikator sama persis dengan makna hasil interpretasi audiens. Untuk mendekati ’persamaan’ itu, komunikasi harus berlangsung timbal balik, terjadi dialog. Di sisi lain, makna juga dibentuk secara social, secara intersubjektif. Ada semacam kontrak sosial dalam suatu komunitas, dalam sebuah domain kebudayaan, atau dalam sistem sosial. Karena itu, makna dalam satu budaya tertentu bisa berbeda dengan makna dari komunitas budaya yang lain.
5. Pengaruh
Sebagai hasil pengalaman makna ini anggota audiens dipengaruhi dalam suatu cara, bahwa komunikasi memiliki pengaruh. Pengaruh komunikasi biasanya dikonsepsikan sebagai dampak. Baik dalam komunikasi interpersonal, komunikasi organisasional, komunikasi publik maupun komunikasi massa.

PENGARUH MEDIA
Ada pengakuan di banyak orang bahwa media massa memiliki pengaruh atau dampak terhadap audiens. Sebuah berita, misalnya, menyebutkan : seorang anak usia belasan tahun melakukan perampokan karena beberapa kali menonton film kekerasan di televise. Dalam kehidupan sehari-hari, fenomena dampak media banyak kita jumpai. Misalnya, gadis-gadis menggunakan shampoo merk tertentu karena merek tersebut diiklankan di televise; atau, kita membatalkan pergi ke sebuah kota karena media massa memberitakan bahwa kota tersebut dilanda kerusuhan. Pernyataan yang menyimpulkan adanya dampak media, seperti yang tercermin dari contoh kasus di atas, nampak logis dan benar.
Meskipun demikian, apa yang dilakukan sebagi dampak media seprti yang terjadi dengan kasus-kasus semacam itu hanya merupakan perkiraan, atau simplikasi pemikiran. Kita tak dapat menjawab dengan pasti jika dirtanyakan : benarkah media menjadi penyebab (tunggal) bagi perilaku tersebut ? Dalam kasus perampokan yang dilakukan anak, misalnya, muncul pertanyaan : kenapa ribuan anak lain yang juga menonton program televise yang sama tidak melakukan perampokan ?
Dalam konteks ini, sudah banyak diketahui bahwa hubungan sebab akibat dalam ilmu-ilmu social tak pernah tunggal. Artinya, sebuah akibat tak pernah disebabkan hanya oleh sebab tunggal, melainkan oleh banyak sebab. Sebaliknya juga berlaku, sebuah sebab juga dapat menimbulkan lebih dari satu akibat. Jika kita mengatakan, atau menyimpulkan, bahwa “Si Bonek” melakukan perampokan disebabkan oleh seringnya ia menonton film kekerasan di TV, maka kesimpulan ini telah mengesampingkan dictum dalam ilmu-ilmu social tersebut. Mengesampingkan teori dan kenyataan bahwa sebuah akibat tak pernah memiliki sebab tunggal, mengesampingkan bahwa Si Bonek hidup dalam suatu relasi social dengan factor-faktor yang memungkinkan dan potensial menjadi penyebab perilaku perampok. Kemiskinan, kesumpekan social, alienasi, misalnya, bisa menjadi factor-faktor penyebab perilaku perampokan.
Kasus lain, yang cukup fenomenal, adalah ketika Ronald Reagen terpilih menjadi presiden Amerika Serikat. Banyak ahli menyimpulkan, mantanm bintang film ini terpilih menjadi presiden karena factor media. Reagen memanfaatkan media massa, terutama televise, untuk menciptakan citra tertentu tentang dirinya. Sebagai seorang mantan bintang film, ia mampu “berakting” demikian rupa sehingga terbentiuk citra tertentu itu : meyakinkan khalayak bahwa ia layak menjadi presiden. Ia mengeksploitasi media untuk kepentingan itu karena memahami dan yakin akan kekuatan media.
Yang lain dikatakan dengan ilustrasi ini adalah, ada kompleksitas yang menyelimuti media massa ketika kita berbicara soal dampak media. Ada banyak factor yang ikut andil ketika kita menyimpulkan bahwa sebuah perilaku dipengaruhi oleh media.

1 Perspektif Historis

McQuail selanjutnya membedakan perkembangan itu menjadi tiga tahapan. Tahapan pertama, merentang dari awal abad ke sembilan belas hingga akhir tahun 1930-an. Media yang berkembang ketika itu memiliki pengaruh yang cukup untuk membentuk opini dan keyakinan, serta mengubah kebiasaan hidup. Pandangan seperti ini tidak didasarkan atas kajian ilmiah, tetapi atas dasar pengamatan terhadap kepopuleran pers, media film, dan media radio yang baru, serta pengaruhnya dalam banyak aspek kehidupan sehari-hari. Keyakina tersebut dianut bersama dan diperkuat oleh para pengiklan dan petugas propaganda pemerintah selama Perang Dunia I. Di Eropa, penggunaan media oleh negara-negara dictator selamanya terjadinya perang tampaknya menegaskan hal-hal yang cenderung telah diyakini orang-orang—bahwa media dapat sangat berpengaruh.
Tahap kedua, dimulai dengan serangkaian studi Payne Fund di Amerika Serikat pada awal tahun 1930-an, yang berlanjut hingga awal tahun 1960-an. Banyak studi terpisah yang dilakukan tentang dampak jenis isi, terutama film atau program-program dalam kampanye secara kreseluruhan. Jenis studi yang diselenggarakan sangat beragam, tetapi perhatian dipusatkan pada kemungkinan penggunaan film dan media lainnya untuk keperluan persuasi aktif atau penyebaran informasi, atau untuk menilai, dengan tujuan pencegahan, dampak yang merusak dal;am kaitannya dengan pelanggaran hukum, prasangka, agresi, rangsangan seksual. Ikhtisar atas hasil penelitian yang dilakukan Joseph Klapper menyimpulkan “komunikasi massa biasanya tidak berfungsi sebagai penyebab dampak audiens yang perlu dan memadai, melainkan berfungsi melalui serangkian factor yang menengahi.” Persoalannya bukan karena media telah terbukti tidak memiliki dampak, dalam semua kondisi, tetapi karena media beroperasi dalam struktur social yang telah ada serta dalam konteks social dan budaya tertentu. Faktor social dan budaya ini memiliki peran penting dalam membentuk pilihan, perhatian, dan tanggapan dari audiens.
Tahap ketiga, yang sekarang masih berlangsung, merupakan tahap di mana dampak dan kemungkinan dampak masih sedang ditelaah dengan tanpa menolak kesimpulan penelitian sebelumnya, tetapi didasarkan atas perbaikan konsepsi tentang proses sosial dan media yang mungkin terlibat. Pengkajian terdahulu sangat bersandar pada model yang menelaah korelasi antara kadar “pendedahan” (exposure) isi tertentu dan perubahan atau variasi sikap, opini, atau informasi yang diukur. Pembaruan penelitian dampak ditandai dengan adanaya pergeseran perhatian ke arah : perubahan jangka panjang: kognisi ketimbang sikap dan afeksi; peran yang dimainkan oleh isi, disposisi, dan motivasi sebagai variable sela (intervening variabel); gejala kolektif seperti iklim opini, struktur keyakinan, ideology, pola budaya bahkan bentuk-bentuk kelembagaan.

2 Jenis Dampak Media
Dari beberapa ilustrasi di atas kita mengetahui bahwa dampak media berhubungan dengan perubahan, perubahan yang terjadi pada audiens setelah membaca, mendengar, atau menonton media massa. Dengan deminikan kita bisa mendefinisikan dampak media sebagai : “akibat yang diterima audiens setelah menerima pesan dari komunikator.”
Namun sebenarnya dampak media tidak hanya disebabkan oleh pesan media. Media kita lihat fenomenanya. Pak Amat sering bangun kesiangan karena menonton televisi sampai larut malam. Seorang ibu mengeluh karena harus mambayar listrik lebih tinggi sejak membeli pesawat televisi. Dua fenomena ini merupakan dampak media, tetapi bukan karena pesan media, melainkan karena kehadiran televisi. Jadi, dampak media juga berhadapan dengan kehadiran media.
Stephen H. Chaffee, yang dikutip Jalaluddin Rachmad (1985:217), menyebut lima hal yang berhadapan dengan dampak kehadiran media ini, yakni efek ekonomis, efek sosial, efek pada penjadwalan kegiatan, efek pada penyaluran/penghilangan perasaan tertentu, dan efek pada perasaan orang terhadap media.
Efek ekonomi. Dengan hadirnya surat khabar, akan menghidupi para loper Koran, berkembangnya perusahaan percetakan. Dampak yang lebih luas, baik kehadiran media cetak maupun media elektronik, akan menumbuhkan industri ikutan seperti biro iklan, rumah produksi, yang tentunya akan menciptakan lapangan kerja baru.
Efek sosial. Dulu, ketika televisi masih langka di pedesaan, orang yang memiliki televisi akan meningkat status sosialnya. Karena masih jarang yang memilikinya, orang0-orang akan berkumpul di rumah pemilik televisi untuk menonton kotak ajaib ini. Di sini tercipta solidaritas sosial.
Efek pada penjadwalan kegiatan. Mungkin kita pernah menyaksikan bagaimana ibu-ibu rumah tangga sangat menggemari telenovela. Karena penayangannya pada sekitar pukul 17.00 bersamaan dengan jam arisan, maka kelompok ibu-ibu ini mengiubah jam arisannya. Maka, kehadiran televisi telah mengubah jadwal kegiatan.
Di luar itu, kegiatan televisi telah mengiubah, lebih tegasnya, mengurangi jam kegiatan lain. Gejala semacam itu oleh Joyce Cramond disebut sebagai “displacement effects” (efek alihan) yakni reorganisasi kegiatan yang terjadi karena masuknya televisi: beberapa kegiatan dikurangi dan beberapa kegiatan lainnya dihentikan sama sekali karena waktunya dipakai untuk menonton televisi (jalaludin Rachmad, 1985:218).
Efek pada penyaluran/penghilangan perasaan tertentu. Orang menonton televisi, mendegarkan radio, atau membaca koran seringkali merupaka perilaku “bagitu saja” tanpa tujuan. Katika anda lelah atau tidak bisa tidur di malam hari, anda menghidupkan pesawat televisi tanpa anda peduli pada apa materinya. Anda mungkin sedang menghilangkan kesepian, rasa marah, atau bingung.
Efek pada perasaan orang terhadap media. Anda mungkin menyenangi televisi, karena membuat anak-anak betah di rumah, tidak bermain di luar rumah. Tetapi mungkin juga tumbuh perasaan “benci” terhadapnya, karena membuat anak lebih “patuh” pada televisi ketimbang terhadap orang tua. Pernyataan sinis ini untuk menunjukkan bagaimana orang tua modern begitu sibuk sehingga menonton program di televisi.

3 Faktor-Faktor Yang Memperkuat Dampak Media
Banyak faktor yang membuat media menimbulkan dampak bagi khalayak. Yang pertama adalah seberapa sering orang terlibat dengan media dalam hal menonton (televisi), mendengar (radio), atau membaca (koran). Atau diluruskan oleh para ahli komunikasi sebagai “media exposure” (terpaan media).
Anda barangkali hanya perlu menonton televisi selama dua jam per hari, dan yang anda tonton adalah program berita. Tetapi, orang, terutama anak-anak, yang menonton televisi samapai lebih dari tujuh jam per hari. Anda termasuk dalam kategori rendah media exposure-nya, sementara anak-anak diketegorikan tinggi tingkat media exposure-nya. Perbedaan tingkat media exposure ini tentu membawa perbedaan dalam menimbulkan dampak.
Jika seseorang terlalu banyak menonton program kekerasan di televisi, dampaknya akan lebih kuat ketimbang yang jam tontonnya lebih rendah. Anak-anak sering mendendangkan jingle iklan ketika di kamar mandi, karena seringnya jingle tersebut ditayangkan TV. Pada fenomena lain, orang yang terlalu sering menonton program kekerasan televisi akan merasa bahwa dunia ini penuh kekerasan. Program kekerasan yang terlalau sering ditayangkan TV membuat orang membuat generalisasi bahwa apa yang ditampiulkan TV sama dengan realitas empirik yang sesungguhnya.
Faktor kedua adalah kredibilitas. Dalam komunikasi, pesan itu penting tetapi siapa (komunikator) yang menyampaikan pesan tak kalah pentingnya. Informasi tentang bahaya penyakit AIDS akan lebih dipercaya masyarakat kita disampaikan oleh seorang dokter ketimbang disampaikan oleh seorang politikus. Dimata masyarakat, dalam hal aids, dokter lebih kredibel dibandingkan seorang politikus. Kredibilitas di sini menyangkut kompetensi—dokter lebih kompeten.
Di bidang politik, dalam pemilihan presiden, banyak pemberi suara yang membawa kepada kampanye pemilihan konsepsi tentang sifat-sifat yang paling diinginkan kepada pemegang jabatan pemerintah. Citra tentang pemegang jabatan yang ideal ini memberikan garis besar, atau standar, yang digunakan oleh pemberi suara untuk dibandingkan dan menilai sifat-sifat yang dipersepsinya pada kandidat yang benar-benar mencalonkan diri untuk jabatan. Beberapa studi melaporkan, para pemilih mencari sifat abstrak seperti kedewasaan, kejujuran, kesungguhan, kekuatan, kegiatan dan energi. Gabungan ini sebenarnya merupakan gabungan sifat hero, dengan dimensi kepribadian yang kuat (Nimmo dan Savage, dalam Nimmo, 1989 : 210). Kepribadian ini menjadi faktor utama tumbuhnya kedibilitas seorang calon presiden.
Dalam kaitannya dengan kredibilitas ini, studi lain, yakni studi Miller dan Jackson (1976) menemukan, pertama, struktur citra rakyat tentang pemegang jabatan sangat stabil, dan memiliki dimensi-dimensi yang jelas, termasuk bagaimana orang membayangkan sifat pribadi. Latar belakang profesional, afiliasi partai, dan pendirian ideologis kandidat yang ideal; kedua, perbandingan citra ideal pemberi suara dengan persepsi mereka tentang kandidat pada dimensi-dimensi sifat personal dan latar belakang profesional menyajikan perkiraan yang akurat tentang hasil pemilihan umum (dalam Nimmo, 1989 : 210). Ini juga masalah kepribadian, yang kemudian menjadi faktor kredibilitas.
Faktor ketiga adalah konsonansi (kesesuaian). Anda mungkin pernah merasakan, bahwa ada tokoh yang anda sukai di samping yang tidak disukai. Untuk tokoh yang tidak anda sukai, begitu muncul di televisi, misalnya, setiap pesan yang disampaikan tidak pernah sampai ke memori anda. Anda memiliki predisposisi untuk menolaknya, karena tidak adanya ketidaksesuaian antara pesan yang datang dengan informasi yang ada dalam memori anda. Sebaliknya, pada tokoh yang anda sukai, pesan darinya akan mudah anda terima, karena sudah ada kesesuaian antara pesan yang datang dengan simpanan informasi di memori anda.
Faktor keempat, adalah signifikansi. Dalam media massa, ada informasi yang penting dan sangat berarti bagi anda, tetapi ada yang tidak. Jika anda seorang penggemar ikan hias, maka informasi tentang kenaikan harga makanan ikan hias akan anda anggap penting, lebih panting dari informasi mengenai perubahan kurikulum, misalnya. Informasi yang signifikansinya bisa berlaku lebih luas, dan bisa pada khalayak. Informasi mengenai kenaikan harga bahan bakar akan memiliki signikansi luas sehingga juga berdampak pada khalayak luas.
Faktor kelima adalah sensitif. Di jaman Orde Baru dulu, ada istilah yang amat populer, yakni stabilitas nasional. Media massa selalu diwanti-wanti agar tidak memuat berita-berita yang sensitif, yang dapat mengganggu stabilitas nasional. Berita-berita yang dianggap sensitif itu adalah mengenai SARA. Berita sensitif akan berdampak besar dan luas, karena sedikit kesalahan saja akan membawa dampak pada hubungan sosial, konflik, dan kerusuhan.
Faktor berikutnya berhubungan dengan situasi kritis. Ketika terjadi krisis politik di tahun 1998, ada kesimpangsiuran informasi tentang reformasi. Masyarakat sulit membedakan informasi yang bisa dipercaya dan informasi yang hanya gosip. Dalam situasi kritis demikian, dampak sebuah informasi akan besar. Misalnya, informasi tentang siapa yang benar-benar reformis, informasi tentang siapa yang berkuasa, akan memiliki dampak besar bagi khalayak.
Faktor lain yang juga penting adalah dukungan komunikasi antarpribadi. Dalam teori ”komunikasi dua tahap” (two step flow), dikatakan bahwa komunikasi massa sering tidak efektif. Dalam berbagai penelitian terbukti, komunikasi massa akan lebih efektif bila disertai dan didukung komunikasi antarpersona.

FUNGSI KOMUNIKASI MASSA
Pentingnya media massa di masyarakat, menurut Denis McQuail, adalah di samping merupakan industri yang terus berkembang—dengan menciptakan tenaga kerja serta menghidupi industri lain—juga karena media merupakan sumber kekuatan (Mc Quail, 1989 :3). Di luar itu media merupakan forum untukmenampilkan berbagai peristiwa, menjadi wahana pengembangan kebudayaan, serta sumber dominan bagi orang untuk memperoleh ganbaran tentang realitas sosial. Ini yang membuat studi tentang komunikasi massa menjadi semakin banyak diminati.
Di antara ahli komunikasi yang teorinya tentang fungsi media banyak dikutip, Harold D. Lasswell barangkali menempati tempat utama. Menurut Laswell, ada 3 (tiga) fungsi media massa, yakni (1) pengawasan lingkungan, (2) korelasi antar bagian masyarakat dalam menanggapi lingkungan, dan (3) transmisi warisan sosial dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Ketiga aktivitas ini biasanya ditambah dengan fungsi keempat, yakni (4) hiburan.
Pengawasan, menunjukkan pengumpulan dan distribusi informasi mengenai kejadian-kejadian yang berlangsung di lingkungan, baik di dalam maupun di luar masyarakat tertentu. Dalam banyak hal, fungsi ini berhubungan dengan “penanganan berita”. Tindakan korelasi meliputi interpretasi informasi mengenai lingkungan dan pemakaiannya untuk berperilaku dalam reaksinya terhadap peristiwa-peristiwa tadi. Aktivitas ini dikenal sebagai editorial atau propaganda.
Sedang transmisi warisan sosial berfokus pada komunikasi pengetahuan, nilai-nilai, dan norma-norma sosial dari generasi ke generasi lain atau dari anggota-anggota satu kelompok kepada pendatang baru. Kita sering menyebutnya sebagai fungsi pendidikan. Fungsi hiburan berhubungan dengan hiburan massa, yang digambarkan para kritikus kebudayaan sebagai “hiburan massa adalah disfungsional selama ia gagal menimbulkan atau menumbuhkan selerapublik sampai pada tingkatan yang mungkin dicapai oelh bentuk-bentuk hiburan yang kurang meluas seperti teater, opera, dan drama-drama klasik.”
Ada satu fungsi lagi yang ditambahkan di sini, yakni fungsi mobilisasi. Menurut Denis McQuails, fungsi ini berhubungan dengan upaya “mengkampanyekan tujuan masyarakat dalam bidang agama.” Fungsi mobilisasi agaknya yang paling relevan dengan permasalahan yang mencoba menghubungkan peranan pers dengan upaya mewujudkan pemerintahan yang baik.
McQuails sendiri memerinci fungsi media lebih detail lagi (McQuail, 1989:70). Menurutnya ada fungsi media bagi maasyarakat dan ada pula fungsi bagi individu. Fungsi utama media bagi masyarakat terdiri dari fungsi informasi, fungsi korelasi, fungsi kesinambungan, hiburan, dan mobilisasi. Fungsi informasi meliputi : menyediakan informasi tentang peristiwa dan kondisi dalam masyarakat dan dunia; menunjukkan hubungan kekuasaan; memudahkan inovasi, adaptasi, dan kemajuan.
Sedangkan fungsi korelasi meliputi : menjelaskan, menafsirkan, mengomentari makna peristiwa dan informasi; menunjang otoritas norma-norma yang mapan; melakukan sosialisasi; mengkoordinasi beberapa kegiatan; membentuk kesepakatan; menentukan urutan prioritas dan memberikan status relatif. Fungsi kesinambungan terdiri dari : mengekspresikan budaya dominan dan mengakui keberadaan kebudayaan khusus (subculture) serta perkembangan budaya baru; meningkatkan dan melestarikan nilai-nilai.
Fungsi Hiburan meliputi menyediakan hiburan, pengalihan perhatian, dan sarana relaksasi; meredakan ketegangan sosial. Fungsi mobilisasi adalah mengkampanyekan tujuan masyarakat dalam bidang politik, perang, pembangunan ekonomi, pekerjaan, dan kadang kala juga dalam bidang agama.

Sedangkan fungsi media bagi individu adalah :
Informasi
>> Mencari berita tentang peristiwa dan kondisi yang berkaitan dengan lingkungan terdekat, maysrakat dan dunia.
>>Mencari bimbingan menyangkut berbagai masalah praktis, pendapat, dan hal-hal yang berkaitan dengan penentuan pilihan
>>Memuaskan rasa ingin tahu da minat umum
>>Mengidentifikasi diri sendiri
>>Belajar, pendidikan diri sendiri
>>Memperoleh rasa damai melalui penambahan pengetahuan.


Identitas pribadi
>> Menemukan penunjang nilai-nilai pribadi
>> Menemukan model perilaku
>> Mengidentifikasikan diri dengan nilai-nilai lain (dalam media)
>> Meningkatkan pemahaman tentang diri sendiri

Integrasi dan Interaksi Sosial
>> Memperolah pengetahuan tentang keadaan orang lain : empati sosial
>> Mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan meningkatkan rasa memiliki
>> Menemukan bahan percakapan dan interaksi sosial
>> Memperoleh teman selain dari manusia
>> Membantu menjalankan peran sosial
>> Memungkinkan seseorang untuk dapat menghubungi sanak keluarga, teman, dan masyarakat.

Hiburan
>> Melepasakan diri atau terpisah dari permasalahan
>> Bersantai
>> Mengisi waktu
>> Penyaluran emosi
>> Membangkitkan gairah seks.

Definisi komunikasi


Definisi komunikasi

Pengantar Ilmu Komunikasi

Istilah komunikasi dari bahasa Inggris communication, dari bahasa latin communicatus yang mempunyai arti berbagi atau menjadi milik bersama, komunikasi diartikan sebagai proses sharing diantara pihak-pihak yang melakukan aktifitas komunikasi tersebut.

Menurut lexicographer (ahli kamus bahasa), komunikasi adalah upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Jika dua orang berkomunikasi maka pemahaman yang sama terhadap pesan yang saling dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan oleh keduanya. Webster’s New Collegiate Dictionary edisi tahun 1977 antara lain menjelaskan bahwa komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi diantara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku.

Ilmu komunikasi sebagai ilmu pengetahuan sosial yang bersifat multidisipliner, tidak bisa menghindari perspektif dari beberapa ahli yang tertarik pada kajian komunikasi, sehingga definisi dan pengertian komunikasi menjadi semakin banyak dan beragam. Masing-masing mempunyai penekanan arti, cakupan, konteks yang berbeda satu sama lain, tetapi pada dasarnya saling melengkapi dan menyempurnakan makna komunikasi sejalan dengan perkembangan ilmu komunikasi.

Menurut Frank E.X. Dance dalam bukunya Human Communication Theory terdapat 126 buah definisi tentang komunikasi yang diberikan oleh beberapa ahli dan dalam buku Sasa Djuarsa Sendjaja Pengantar Ilmu Komunikasi dijabarkan tujuh buah definisi yang dapat mewakili sudut pandang dan konteks pengertian komunikasi. Definisi-definisi tersebut adalahs ebagai berikut:

Komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak).
Hovland, Janis & Kelley:1953
Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain. Melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka dan lain-lain.
Berelson dan Stainer, 1964
Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa? Dengan akibat apa atau hasil apa? (Who? Says what? In which channel? To whom? With what effect?)
Lasswell, 1960
Komunikasi adalah suatu proses yang membuat sesuatu dari yang semula dimiliki oleh seseorang (monopoli seseorang) menjadi dimiliki oleh dua orang atau lebih.
Gode, 1959
Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau memperkuat ego.
Barnlund, 1964
Komunikasi adalah suatu proses yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya dalam kehidupan.
Ruesch, 1957
Komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi pikiran orang lainnya.
Weaver, 1949

Kita lihat dari beberapa definisi tersebut saling melengkapi. Definisi pertama menjelaskan penyampaian stimulus hanya dalam bentuk kata-kata dan pada definisi kedua penyampaian stimulus bisa berupa simbol-simbol tidak hanya kata-kata tetapi juga gambar, angka dan lain-lain sehingga yang disampaikan bisa lebih mewakili yaitu termasuk gagasan, emosi atau keahlian.

Definisi pertama dan kedua tidak bicara soal media atau salurannya, definisi ke tiga dari lasswell melengkapinya dengan komponen proses komunikasi secara lebih lengkap. Pengertian ke-empat dan seterusnya memahami komunikasi dari konteks yang berbeda menghasilkan pengertian komunikasi yang menyeluruh mewakili fungsi dan karakteristik komunikasi dalam kehidupan manusia.
Ke-tujuh definisi tersebut di atas menunjukkan bahwa komunikasi mempunyai pengertian yang luas dan beragam. Masing-masing definisi mempunyai penekanannya dan konteks yang berbeda satu sama lainnya.

Definisi komunikasi secara umum adalah suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri seseorang dan atau di antara dua atau lebih dengan tujuan tertentu. Definisi tersebut memberikan beberapa pengertian pokok yaitu komunikasi adalah suatu proses mengenai pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan.

Setiap pelakuk komunikasi dengan demikian akan melakukan empat tindakan: membentuk, menyampaikan, menerima, dan mengolah pesan. Ke-empat tindakan tersebut lazimnya terjadi secara berurutan. Membentuk pesan artinya menciptakan sesuatu ide atau gagasan. Ini terjadi dalam benak kepala seseorang melalui proses kerja sistem syaraf. Pesan yang telah terbentuk ini kemudian disampaikan kepada orang lain. Baik secara langsung ataupun tidak langsung. Bentuk dan mengirim pesan, seseorang akan menerima pesan yang disampaikan oleh orang lain. Pesan yang diterimanya ini kemudian akan diolah melalui sistem syaraf dan diinterpretasikan. Setelah diinterpretasikan, pesan tersebut dapat menimbulkan tanggapan atau reaksi dari orang tersebut. Apabila ini terjadi, maka si orang tersebut kembali akan membentuk dan menyampaikan pesan baru. Demikianlah ke –empat tindakan ini akan terus-menerus terjadi secara berulang-ulang.
Pesan adalah produk utama komunikasi. Pesan berupa lambang-lambang yang menjalankan ide/gagasan, sikap, perasaan, praktik atau tindakan. Bisa berbentuk kata-kata tertulis, lisan, gambar-gambar, angka-angka, benda, gerak-gerik atau tingkah laku dan berbagai bentuk tanda-tanda lainnya. Komunikasi dapat terjadi dalam diri seseorang, antara dua orang, di antara beberapa orang atau banyak orang. Komunikasi mempunyai tujuan tertentu. Artinya komunikasi yang dilakukan sesuai dengan keinginan dan kepentingan para pelakunya.

Sejarah Ilmu Komunikasi


Pendahuluan

Pengetahuan bukan merupakan ilmu. Terdapat beberapa hal yang harus dipenuhi bagi suatu pengetahuan yang kredibel, atau memenuhi syarat-syarat ilmiah antara lain harus bersifat empiris, verivikatif, non-normatif, transmissible, general, dan explanotory. Di samping itu ilmu juga harus menekankan aspek ontologi, epistomologi, dan aksiologi. Ia harus bersifat ilmiah, sistematis, mempunyai metode, objek kajian, lokus, dan fokus tertentu Dalam kaitannya dengan pemahaman ilmu di atas, ilmu komunikasi sering mendapatkan keraguan dalam keberadaan dan keeksistensiannya sebagai ilmu di tengah kemajuan teknologi informasi saat ini. Hal ini mungkin salah satunya disebabkan perkembangan historis komunikasi menjadi sebuah ilmu melalui tahapan dimensi waktu yang terlalu jauh (berdasarkan pemahaman catatan sejarah perkembangan ilmu komunikasi di daratan Amerika).

Perkembangan komunikasi sebagai ilmu selalu dikaitkan dengan aktifitas retorika yang terjadi di zaman Yunani kuno, sehingga menimbulkan pemahaman bagi pemikir-pemikir barat bahwa perkembangan komunikasi pada zaman itu mengalami masa kegelapan (dark ages) karena tidak berkembang di zaman Romawi kuno. Dan baru mulai dicatat perkembangannya pada masa ditemukannya mesin cetak oleh Guttenberg (1457). Sehingga masalah yang muncul adalah, rentang waktu antara perkembangan ilmu komunikasi yang awalnya dikenal retorika pada masa Yunani kuno, sampai pada pencatatan sejarah komunikasi pada masa pemikiran tokoh-tokoh pada abad 19, sangat jauh. Sehingga sejarah perkembangan ilmu komunikasi itu sendiri terputus kira-kira 1400 tahun. Padahal menurut catatan lain, sebenarnya aktifitas retorika yang dilakukan pada zaman Yunani kuno juga dilanjutkan perkembangan aktifitasnya pada zaman pertengahan (masa persebaran agama). Sehingga menimbulkan asumsi bahwa perkembangan komunikasi itu menjadi sebuah ilmu tidak pernah terputus, artinya tidak ada mata rantai sejarah yang hilang pada perkembangan komunikasi. Makalah ini ingin mengangkat zaman persebaran agama yang berlangsung antara rentang waktu tersebut (zaman pertengahan) menjadi bagian dari perkembangan ilmu komunikasi. Sehingga zaman pertengahan menjadi jembatan alur perkembangan komunikasi dari zaman yunani kuno ke zaman renaissance, modern, dan kontemporer.
Pembahasan

Telah disinggung di atas bahwa fenomena komunikasi berkembang dan tercatat kembali pada awal ditemukannya mesin cetak oleh Gutenberg (1457). Padahal, pada abad-abad sebelumnya, aktifitas komunikasi sudah berkembang cukup pesat yang berlangsung di zaman pertengahan (persebaran agama). Mungkin masa ketika diketemukannya mesin cetak itu sendiri terjadi di zaman renaissance, dimana pemikiran-pemikiran ilmuwan telah bebas dari dogma-dogma agama. Sehingga mereka tidak menyinggung masa persebaran agama sebagai bagian dari sejarah perkembangan komunikasi itu sendiri. Rentang waktu antara tahun 500 SM (masa-masa pemikiran retorika di Yunani kuno) sampai pada penemuan mesin cetak (1457 M) merupakan abad-abad dimana terdapat proses perkembangan komunikasi yang dalam hal ini berbentuk ajaran dan keyakinan suatau agama (yang tentu pula tidak dapat dipungkiri bahwa dalam aktifitas persebaran ajaran agama, retorika dan bentuk komunikasi lainnya cenderung berperan besar dalam mengubah keyakinan seseorang). Sehingga tidak menyalahi aturan kalau makalah ini mencoba mengangkat masa penyebaran agama dan ajaran-ajaran bijak yang berlangsung antara rentang waktu tersebut dijadikan sebagai bagian dari mata rantai sejarah yang hilang dari perkembangan ilmu komunikasi itu.