Rabu, 14 Oktober 2009

Kekuasaan Dalam Organisasi Dan Beberapa Pendekatan


Orang-orang yang berada pad pucuk pimpinan suatu organisasi seperti manajer, direktur, kepala dan sebagainya, memiliki kekuasaan power) dalam konteks mempengaruhi perilaku orang-orang yang secara struktural organisator berada di bawahnya.  Sebagian pimpinan menggunakan kekuasaan dengan efektif, sehingga mampu menumbuhkan motivasi bawahan untuk bekerja dan melaksanakan tugas dengan lebih baik.  Namun, sebagian  pimpinan lainnya tidak mampu memakai kekuasaan dengan efektif, sehingga aktivitas untuk melaksanakan pekerjaan dan tugas tidak dapat dilakukan dengan baik.  Oleh karena itu, sebaiknya kita bahas secara erperinci tentang jenins-jenis kekuasaan yang sering digunakan dalam suatu organisasi.
Dalam pengertiannya, kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam satu interaksi antara dua atau lebih individu (a quality inherent in an interaction between two or more individuals).  Jika setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan.
Menurut French dan Raven, ada lima tipe kekuasaan, yaitu :
  • Reward power
Tipe kekuasaan ini memusatkan perhatian pada kemampuan untuk memberi ganjaran atau imbalan atas pekerjaan atau tugas yang dilakukan orang lain.  Kekuasaan ini akan terwujud melalui suatu kejadian atau situasi yang memungkinkan orang lain menemukan kepuasan.  Dalam deskripsi konkrit adalah ‘jika anda dapat menjamin atau memberi kepastian gaji atau jabatan saya meningkat, anda dapat menggunkan reward power anda kepada saya’.  Pernyataan ini mengandung makna, bahwa seseorang dapat melalukan reward power karena ia mampu memberi kepuasan kepada orang lain.
  • Coercive power
Kekuasaan yang bertipe paksaan ini, lebih memusatkan pandangan kemampuan untuk memberi hukuman kepada orang lain.  Tipe koersif ini berlaku jika bawahan merasakan bahwa atasannya yang mempunyai ‘lisensi’ untuk menghukum dengan tugas-tugas yang sulit, mencaci maki sampai kekuasaannya memotong gaji karyawan.  Menurut David Lawless, jika tipe kekuasaan yang poersif ini terlalu banyak digunakan akan membawa kemungkinan bawahan melakukan tindakan balas dendam atas perlakuan atau hukuman yang dirasakannya tidak adil, bahkan sangat mungkin bawahan atau karyawan akan meninggalkan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.
  • Referent power
Tipe kekuasaan ini didasarkan pada satu hubungan ‘kesukaan’ atau liking, dalam arti ketika seseorang mengidentifikasi orang lain yang mempunyai kualitas atau persyaratan seperti yang diinginkannya.  Dalam uraian yang lebih konkrit, seorang pimpinan akan mempunyai referensi terhadap para bawahannya yang mampu melaksanakan pekerjaan dan bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan atasannya.
  • Expert power
Kekuasaa yang berdasar pada keahlian ini, memfokuskan diripada suatu keyakinan bahwa seseorang yang mempunyai kekuasaan, pastilah ia memiliki pengetahuan, keahlian dan informasi yang lebih banyak dalam suatu persoalan.  Seorang atasan akan dianggap memiliki expert power tentang pemecahan suatu persoalan tertentu, kalau bawahannya selalu berkonsultasi dengan pimpinan tersebut dan menerima jalan pemecahan yang diberikan pimpinan.  Inilah indikasi dari munculnya expert power.
  • Legitimate power
Kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang sebenarnya (actual power), ketika seseorang melalui suatu persetujuan dan kesepakatan diberi hak untuk mengatur dan menentukan perilaku orang lain dalam suatu organisasi.  Tipe kekuasaan ini bersandar pada struktur social suatu organisasi, dan terutama pada nilai-nilai cultural.  Dalam contoh yang nyata, jika seseorang dianggap lebih tua, memiliki senioritas dalam organisasi, maka orang lain setuju untuk mengizinkan orang tersebut melaksanakan kekuasaan yang sudah dilegitimasi tersebut.
Dari  lima tipe kekuasaan di atas mana yang terbaik?  Scott dan Mitchell menawarkan satu jawaban.  Harus dingat bahwa kekuasaan hampir selalu berkaitan dengan praktik-praktik seperti penggunaan rangsangan (insentif) atau paksaan (coercion) guna mengamankan tindakan menuju tujuan yang telah ditetapkan.  Seharusnya orang-orang yang berada di pucuk pimpinan, mengupayakan untuk sedikit menggunakan insentif dan koersif.  Sebab secara alamiah cara yang paling efisien dan ekonomis supaya bawahan secara sukarela dan patuh untuk melaksanakan pekerjaan adalah dengan cara mempersuasi mereka.  Cara-cara koersif dan insentif ini selalu lebih mahal, dibanding jika karyawan secara spontas termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi yang mereka pahami berasal dari kewenangan yang sah (legitimate authority).
Memperbaiki Kemampuan Berkomunikasi dalam Organisasi
Salah satu karakteristik antarmanusia (human comunication) menegaskan, bahwa tindak komunikasi akan mempunyai efek yang dikehendaki (intentional effect) dan efek yang tidak diehendaki (unintentional effect).  Pernyataan tersebut bermakna, bahwa apa yang kita katakan dan apa yang kita lakukan pada orang lain tidak selalu diinterpretasi dan sama seperti yang kita kehendaki.  Kenyataan ini dapat terjadi pada setiap konteks komunikasi, baik konteks komunikasi antarpribadi, kelompok, massa, ataupun komunikasi organisasi.
Mengakhiri uraian pada kegiatan belajar 2 ini, kita akan membahas prinsip-prinsip umum untuk memperbaiki kemampuan berkomunikasi dalam organisasi, yaitu :
1)             Prinsip yang pertama adalah bagaimana mendefinisikan tujuan kita berkomunikasi.  Orang berkounikasi untuk memperoleh hasil yang diharapkan, namun mereka tidak selalu tahu dengan tepat hasil-hasil apa yang mereka cari.  Untuk inilah, memberi batasan terhadap tujuan kita berkomunikasi merupakan faktor yang menentukan keberhasilan kita berkomunikasi dalam suatu organisasi.Ada dua cara yang bisa dilakukan untuk mendefinisikan tujuan berkomunikasi, yaitu:
·        Apa yang kita inginkan untuk terjadi.  Artinya pastikan bahwa tujuan kita berkomunikasi sudah specifik, karena kalau tujuan kita tidak jelas, maka kita tidak akan selalu siap untuk menyampaikan pesan kepada orang lain.
·        Memastikan apa tujuan kita realistis, dalam arti apakah tujuan yang kita harapkan memiliki peluang untuk berhasil atau tidak.  Misalnya, apakah atasan kita akan mempromosikan jabatan kita atau menaikkan gaji kita, kalau penampilan dan prestasi kerja kita masih di bawah ukuran normal?  Kalau itu yang terjadi, maka tujuan kita tidak realistis.
2)             Prinsip kedua dalam memperbaiki kemampuan berkomunikasi dalam organisasi adalah bagaimana memilih audiens yang ‘terbaik’.  Setiap pesan yang kita sampaikan, akan mempunyai beberapa audiens yang potensial, karena berkomunikasi dengan setiap orang mensyaratkan satu pendekatan yang berbeda dan kemungkinan akan mendapatkan hasil yang berbeda-beda pula.
Dalam suatu organisasi, prosedur yang ada biasanya mensyaratkan orang untuk menjelaskan setiap gagasan ataupun persoalannya kepada orang lain dengan tegas.  Kalau pimpinan suatu organisasi terlalu sibuk, tidak ramah ataupun tidak tertarik dengan gagasan atau pun persoalan yang kita lontarkan, masih ada cara lain untuk menyampaikan keinginan itu, misalnya dalam suatu pertemuan yang diadakan.  Oleh karena itu, memilih siapa audiens yang memungkinkan kita dapat menyampaikan persoalan, pendapat ataupun gagasan secara bebas, perlu kita perhatikan kalau kita menginginkan pesan-pesan organizational yang kita sampaikan sesuai dengan apa yang kita harapkan.
3)       Prinsip ketiga adalah menggunakan saluran (channel) yang terbaik.  Ada beberapa saluran komunikasi baik secara lisan maupun tertulis yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan organisasional.  Memilih satu dari beberapa saluran komunikasi yang ada seharusnya tidak menjadi keputusan yang dilakukan sambil lalu, karena setiap saluran komunikasi mempunyai keuntungan sekaligus kerugian.
Ada dua jenis saluran, yaitu:
a.        saluran komunikasi lisan (oral communication). Saluran komunikasi lisan mempunyai beberapa keuntungan yaitu: (1) Keuntungan terbesar dari komunikasi lisan adalah kecepatannya, dalam arti ketika kita melakukan tindak komunikasi dengan orang lain, pesan dapat disampaikan dengan segera.  Aspek kecepatan ini akan bermakna kalau waktu menjadi persoalan yang esensial.  (2) Munculnya umpan balik segera (instant feedback).  Artinya penerima pesan dapat dengan segera memberi tanggapan atas pesan-pesan yang kita sampaikan.  (3) Meberi kesempatan kepada pengirim pesan untuk mengendalikan situasi, dalam arti sender dapat melihat keadaan penerima pesan pada saat berlangsungnya tindak komunikasi tersebut.  Jika kita memiliki kemampuan berbicara yang lebih baik, memungkinkan pesan-pesan yang kita sampaikan akan menjadi lebih jelas dan cukup efektif untuk dapat diterima oleh receiver.
b.        Saluran komunikasi tertulis (written communication).  Pada komunikasi tertulis, keuntungannya adalah bahwa ia bersifat permanen, karena pesan-pesan organisasional yang disampaikan dilakukan secara tertulis.  Selain itu, catatan-catatan tertulis juga mencegah kita untuk melakukan penyimpangan (distorsi) terhadap gagasan-gagasan yang kita sampaikan.  Dengan perkataan lain, ada jaminan bahwa pa yang kita katakan adalah apa yang akan diterima receiver.
Mana yang terbaik dari kedua saluran komunikasi di atas?  Tidak ada jawaban atas pertanyaan tersebut, karena eberapa pesan hanya akan efektif kalau disampaikan secara lisan dan beberapa pesan lain akan lebih mudah kalau disampaikan secara tertulis.  Oral communication biasanya disarankan untuk dilakukan, kalau pesan yang ingin disampaikan bersifat pribadi.  Ia juga berguna kalau kita membutuhkan umpan balik yang cepat.  Sementara komunikasi tertulis merupakan pilihan terbaik kalau kita menginginkan pesan yang kita sampaikan menjadi lebih formal atau resmi.  Juga saluran tertulis akan lebih baik jika kita harus memilih kata-kata dengan cermat, di samping juga kalau kita ingin mengkomunikasikan gagasan-gagasan yang rumit (complicated).
Beberapa Pendekatan Dalam Komunikasi Organisasi
Sosiolog Aimitai Etzioni mengatakan bahwa masyarakat kita adalah masyarakat organisasi.  Kita dilahirkan dalam organisasi dan dididik dalam suatu organisasi pula serta sebagian besar dari kita menghabiskan mayoritas hidupnya dengan bekerja untuk organisasi.
Dalam kegiatan belajar 3 ini, kita akan mempelajari beberapa pendekatan yang berhubungan dengan pelaksanaan komunikasi dalam suatu organisasi.  Pendekatan-pendekatan tersebut meliputi:
  1. Pendekatan Struktur dan Fungsi Organisasi
Teori pertama yang memiliki berkaitan dengan pendekatan ini adalah teori birokrasi yang diperkenalan oleh Max Weber, seorang teoritis terkenal sepanjang zaman.  Ia mendefinisikan organisasi sebagai sistem dari suatu aktivitas tertentu yang bertujuan dan berkesinambungan.
Inti dari teori Weber mengenai birokrasi adalah konsep mengenai kekuasaan, wewenang dan leitimasi.  Menurut Weber, kekuasaan adalah kemampuan seseorang dalam setiap hubungan sosial guna mempengaruhi orang lain.  Ia juga mengemukakan adanya tiga jenis kewenangan (otoritas) yaitu:
a)       Kewenangan tradisional terjadi ketika perintah atasan dirasakan sebagi sesuatu yang sudah pantas atau sudah benar menurut ukuran tradisi.
b)       Kewenangan birokratik merupakan bentuk yang paling relevan dalam birokrasi, karena kekuasan diperoleh dari aturan-aturan birokrasi yang disepakati oleh seluruh anggota organisasi.
c)        Kewenangan karismatik merupakan kekuasaan yang diperoleh karena karisma dari kepribadian seseorang.
Selain itu, Weber juga mengemukakan pandangannya mengenai enam prinsip birokrasi yang terdiri atas:
1)       Birokrasi didasarkan pada aturan-aturan yang memungkinkan diseselasikannya suatu persoalan.
2)       Birokrasi mengenal pembagian kerja secara sistematis terhadap tenaga kerja.  Setiap tenaga kerja memiliki hak dan kekuasaan yang terdefenisikan secara jelas.
3)       Inti dari birokrasi adalah adanya penjenjangan (hirarki).
4)       Pimpinan diangkat berdasarkan kemampuan dan pendidikan mereka.
5)       Birokraasi harus memiliki kebebasan untuk mengalokasikan sumber-sumber yang ada dalam lingkup pengaruhnya.
6)       Birokrasi mensyaratkan pengelolaan arsip yang rapi.
Teori lain yang berhubungan dengan pendekatan struktur dan fungsi organisasi adalah teori sistem.  Menurut Chester Barnard, organisasi hanya dapat berlangsung melalui kerjasama antarmanusia, dan bahwa kerjasama adalah sarana di mana kemampuan individu dipadukan guna ,mencapai tujuan bersama atau tujuan yang lebih tinggi.
Sementara menurut Daniel Katzdan Robert Kahn, sebagai suatu sistem sosial organisasi memiliki keunikan di dalam kebutuhannya guna memelihara berbagai masukan untuk menjaga agar berbagai perilaku manusia di dalam organisasi tersebut tetap terkendali.  Itu artinya, sistem memiliki tujuan-tujuan bersama yang mengharuskan menomor duakan kebutuhan individu-individu.
  1. Pendekatan Hubungan Manusiawi (Human Relation).
Pendekatan struktural dan fungsional mengenai organisasi dianggap hanya menekankan pada produktivitas dan penyelesaian tugas, sedangkan faktor manusia yang diabaikan.  Menurut Chris Agrys, praktik organisasi yang demikian dipandang tidak manusiawi, karena penyelesaian suatu pekerjaan telah mengelahkan perkebangan individu dan keadaan ini berlangsung secara berulang.  Ketika kompetensi teknis dinomorsatukan maka kompetensi antarpribadi dikurangi.  Berdasarkan pemikiran itu maka pendekatan human realtions ini muncul.  Ada beberapa anggapan dasar dari pendekatan ini:
1)       Produktivitas ditentukan oleh norma sosial, bukan psikologis.
2)       Seluruh imbalan yang bersifat non ekonomis, sangat penting dalam memotivasi para karyawan.
3)       Karyawan biasanya memberikan suatu reaksi persoalan, mengutamakan kelompok daripada individu.
4)       Kepemimpinan memberikan peranan yang sangat penting dan mencakup aspek formal dan informal.
5)       Komunikasi merupakan proses penting dalam pengambilan keputusan.
  1. pendekatan Komunikasi sebagai Proses Pengorganisasian
didasarkan pada anggapan bahwa komunikasi organisasi sebagai suatu proses pengorganisasian.  Teori pengorganisasian memandang organisasi bukan sebagai suatu struktur atau kesatuan, tetapi suatu aktivitas.  Jadi organisasi adalah sesuatu yang akan dicapai oleh sekelompok orang melalui proses yang terus menerus dilaksanakan. Artinya sekelompok orang melakukan apa yang harus dilakukan secara berkesinambungan.
Inti dari setiap organisasi adalah bahwa orang bertindak dalam suatu cara tertentu, sehingga perilaku mereka saling terkait, perilaku seseorang bergantung pada perilaku yang lain.  Ukuran dari itu komunikasi memainkan peran di dalamnya.  Jadi aktivitas pengorganisasian terdiri dari “interaksi ganda”, yaitu suatu tindakan yang diiukuti oleh suatu respon dan kemudian tindakan penyesuaian.
Pemikiran strukturasi dalam organisasi oleh Poole dan McPhee dijelaskan bahwa struktur organisasi diciptakan ketika sekelompok orang saling berkomunikasi melalui saluran tertentu.  Komunikasi tersebut terbagi dalam tiga jenjang, yaitu:
1)       konsepsi, pemikiran yang meliputi seluruh bagian dari kehidupan organisasi di mana orang-orang membuat berbagai keputusan dan pilihan. Tahap ini dilakukan oleh top manajemen.
2)       Implementasi, yaitu penjabaran formal dari konsep yang diputuskan atau dipillih. Taha ini dilakukan oleh midle manajemen.
3)       Penerimaan, yaitu tindakan-tindakan yang mengacu pada keputusan-keputusan organisasi. Tahap ini biasanya dilakukan oleh karyawan.
  1. Pendekatan Organisasi sebagai Kultur.
Dikemukakan oleh Michael Paconowsky dan Nock o’DonnelTrijullo yang memandang organiasasi sebagai suatu kultur, dalam arti bahwa komunikasi organisasi merupakan pandangan hidup (way of life) bagi para anggotanya..  Menurut  Pacanowsky dan Trujillo ada lima bentuk penampilan organisasi, yaitu:
a)       Ritual yaitu merupakan bentuk penampilan yang diulang-ulang secara teratur, suatu aktuvutas yang  dianggap oleh suatu kelompok sebagai sesuatu yang sudah biasa dan rutin.  Ritual merupakan bentuk penampilan yang penting karena secara tetap akan memperbarui pemahaman kita mengenai pengalaman bersama dan memberikan legitimasi terhadap sesuatu yang kita pikirkan, rasakan dan kita lakukan.
b)       Hasrat yaitu bagaimana para karyawan dapat mengubah pekerjaan-pekerjaan rutin dan membosankan menjadi menarik dan merangsang minat.  Cara yang biasa digunakan adalah dengan penuturan pengalaman pribadi, rekan sekerja ataupun pengalaman yang diorganisasi ataupun perusahaan tempat ia bekerja.
c)        Sosialitas yaitu bentuk penampilan yang memperkuat suatu pengertian bersama mengeni kebenaran ataupun norma-norma dan penggunaan aturan-aturan dalam organisasi, seperti kata susila dan sopan santun.  Aspek lain dari sosialitas adalah ‘privacy’, yaitu penampilan sosialitas yang dikomunikasikan dengan penuh perasaan dan bersifat sangat pribadi seperti pengakuan, memberi nasihat dan penyampaian kritik.
d)       Politik organisasi yaitu merupakan bentuk penampilan yang menciptakan dan memperkuat minat terhadap kekuasaan dan pengaruh, seperti memperlihatkan kakuatan diri, kekuatan untuk mengadakan proses tawar menawar (bargaining power) dan sebagainya.
e)       Enkulturasi yaitu proses mengajarkan budaya kepada para anggota organisasi.  Contoh bentuk penampilan ini adalah ‘learning theropes’ yang terdiri dari urut-urutan penampilan ketika orang mengajarkan kepada orang lain tentang bagaimana mengerjakan sesuatu.
Teori Integritas dalam Komunikasi Organisasi
Teori system dalam komunikasi organisasi biasanya dipandang pula sebagai ‘strutural fungsional’, seperti yang telah sedikit dibahas pada bagian awal kegiatan belajar 3.  Berangkat dari kerangka pikir klasik yang dikemukakan oleh Weer mengenai struktur dan fungsi organisasi, Katz dan Robert Kahn, Herbert Simon dan James March, dianggap telah memberikan semacam otot dan daging bagi kerangka yang telah disusun oleh Weber.  Teori-teori yang mereka kemukakan telah memberikan lebih banyak subtansi, kompleksitas dan reliabilitas mengenai organisasi daripada yang dilakukan oleh aliran klasik.
Pada bagian barikut kita akan membahas lebih lanjut suatu pendekatan system yang menekankan pada proses integrative dari konsep-konsep system.
Teori Integratif
Teori yang dikemukakan oleh Richard Farace, Peter Monge, dan Hamish Russel ini menunjukkan suatu pandangan umum yang sangat menarik mengenai konsep-konsep sistem dari organisasi.  Karya mereka merupakan integrasi dari berbagai gagasan terbaik ke dalam suatu bentuk yang secara internal telah memberikan suatu sintetis mengenai pandangan sistem.  Sebagai tambahan, karya mereka juga menyatukan sejumlah besar pemikiran yang didasarkan atas penelitian, yang terakhir mereka menempatkan komunikasi sebagai pusat dari struktur organisasai.
Mereka mendefinisikan suatu organisasi sebagai suatu sistem yang setidaknya terdiri dari dua orang (atau lebih), ada saling ketergantungan, input, proses dan output.  Kelompok ini berkomunikasi dan bekerja sama untuk menghasilkan suatu hasil akhir dengan menggunakan energi, informasi, dan bahan-bahan lain dari lingkungan.
Salah satu sumber daya penting dalam organisasi adalah informasi.  Dengan menggunakan teori informasi sebagai dasar, Farace dan rekannya mendefinisikan informasi dalam pengertian untuk mengurangi ketidakpastian.  Ketika orang mampu untuk memperkirakan pola-pola yang akan terjadi dalam aliran tugas dan hubungan-hubungannya, maka ketidakpastian dapat dikurangi dan informasi berhasil diperoleh.  Komunikasi sendiri sebagian merupakan pengurai ketidakpastian melalui informasi, karena komunikasi mencakup penggunaan ‘bentuk-bentuk simbolis’ umum yang saling dimengeri oleh para partisipannya.
Dalam teorinya, mereka mengemukakan dua bentuk komunikasi yang berkaitan dengan dua bentuk informasi, yaitu:
1.        informasi absolut adalah keseluruhanan informasi yang dikomunikasikan suatu dalam organisasi.  Informasi ini terdiri dari keseluruhan kepingan pengetahuan yang ada dalam sistem.
2.        informasi yang didistribusikan adalah informasi yang telah disebarkan melalui organisasi.
Kenyataan bahwa informasi yang ada dalam suatu organisasi, tidak menjamin bahwa informasi tersebut cukup dikomunikasikan di dalam sistem.  Pertanyaan mengenai informasi absolut berkenaan dengan apa yang diketahui, sedangkan pertanyaan mengenai informasi distribusi berkenaan dengan siapa yang mengetahuinya.  Implikasi praktis dari perbedaan teoritis ini adalah bahwa kegagalan dalam kebijakan distribusi informasi disebabkan oleh kegagalan manajer untuk mengenali kelompok mana yang perlu mengetahui suatu hal tertentu, atau kesalahan untuk mengarahkan di mana seharusnya kelompok-kelompok tersebut dapat memperoleh informasi yang mereka butuhkan.
Kerangka struktural fungsional bagi komunikasi organisasi terletak pada dimensi analitis yang terdiri atas:
1)       System level yang terdiri atas empat sub-evel: individual, dyadic, kelompok, dan organisasional, dalam suatu prinsip hierarki system.  Individu berkomunikasi satu dengan yang lain dalam dyadic, beberapa dyadic berkerumun bersama-sama ke dalam kelompok.  Organisasi sebagai suatu keseluruhan adalah suatu sistem dari kelompok-kelompok yang saling berhubungan dan membentuk suatu jaringan kerja makro.
2)       Level analisis.  Pada setiap level analisis,  kita dapat mengamati fungsi-fungsi komunikasi sekaligus juga merupakan dimensi analisis yang kedua.  Di antara berbagai fungsi komunikasi yang ada, Farace menekankan pada tiga fungsi, yaitu:
a.        Produksi yang mengacu pada pengarahan, koordinasi kontrol terhadap aktivitas organisasi.
b.        Inovasi yang membangkitkan atau mendorong perubahan dan gagasan baru dalam sistem.
c.        Pemeliharaan diartikan untuk melindungi nilai-nilai individual dan hubungan antarpribadi yang dibutuhkan untuk mempertahankan sistem.
3)       Dimensi struktur.  Jika fungsi berkaitan dengan isi pesan, maka struktur berkaitan dengan tumbuhnya pola-pola atau aturan-aturan dalam penyampaian pesan.
Pada setiap level organisasi (individual, dyadic, kelompok dan organisasional) kita dapat meneliti cara-cara bagaimana komunikasi dapat berfungsi dan distrukturkan.  Selanjutnya, Ferace mengemukakan secara terperinci masing-masing dari keempat level pengorganisasian.  Tetapi, pada bagian berikut ini kita hanya akan membahas level, individu, dyadic, dan kelompok secara ringkas, sekedar untuk memperoleh gambaran umum sebagai latar belakang.  Oleh karena fokus perhatian Ferace lebih kepada jaringan kerja makro, sebagai kontribusi terpenting teori ini, maka kita akanlebih banyak memusatkan perhatian pada masalah tersebut.
Konsep kunci yang berhubungan dengan komunikasi individu dalam organisasi adalah ‘beban’ (load).  Beban/muatan komunikasi adalah tingkatan dan kompleksitas dari masukan informasi terhadap seseorang.
  • Tingkatan adalah kuantitas dari masukan seperti pesan-pesan atau pemintaan-permintaan.
  • Kompleksitas adalah jumlah faktor-faktor yang harus diperhitungkan dalam memproses informasi.
Ada dua lingkup persoalan berkaitan dengan muatan tersebut, yaitu:
1.        underload, yaitu yang terjadi ketika aliran pesan kepada seseorang berada di bawah kapasitas orang tersebut untuk memprosesnya.
2.        overload, yaitu terjadi ketika muatan melampaui kapasitas.
Sementara pengertian mengenai load, underload, dan overload berhubungan secara optimal dengan komuniksi yang diterima individu tunggal, sehingga konsep ini juga dapat diterapkan pada seluruh level lainnya, termasuk dyadic, kelompok, dan organisisonal.  Jadi, ada kemungkinan suatu keseluruhan organisasi dapat menadi underload atau overload.
Konsep kunci yang dapat diterapkan pada level dyadic adalah ‘aturan-aturan’ (rush).  Para anggota dyadic saling berhubungan sesuai dengan pola-pola harapan/tuntutan, di samping aturan-aturan eksplisit maupun implisit untuk berkomunikasi.  Aturan-aturan ini secara eksplisit maupun implisit menunjukkan kebijakan komunikasi dari organisasi.  Isinya mengajarkan pada anggota organisasi bagaimana harus berkomunikasi, kapan harus dikomunikasikan.  Beberapa topik umum mengenai aturan-aturan tersebut antara lain meliputi siapa yang berinisiatif untuk berinteraksi, bagaimana memperlakukan penundaan, topik-topik apa yang dibicarakan dan bagaimana menyeleksinya, bagaimana menangani perubahan topik, bagaimana mengakhiri interaksi, dan seberapa sering komunikasi terjadi.
Melalui kontak setiap hari antarangota organisasi, individu-individu dalam berbagai kelompok cenderung untuk bekrja berinteraksi, dan berkmunikasi satu bersama-sama.  Kenyataan menunjukkan bahwa struktur dari keseluruhan organisasi tergantung pada pengelompokkan ini.  Sejak orang bekerja bersama-sama dalam kelompok dan fungsi yang berbeda, maka muncul berbagai jenis kelompok yang berbeda dalam suatu organisasi.  Dan seseorang secara bersamaan dapat menjadi anggota dari beberapa kelompok sekaligus.  Dengan menganalisis lebih jauh, kita harus menyadari bahwa organisasi terdiri dari banyak struktur (multiple sructures).  Misalnya; struktur dapat dibentuk berdasarkan hubungan tugas, hubungan kekuasaan, kesukaandan sebagainya.  Kita akan kembali pada struktur organisasional kemudian, namun sebelumnya kita akan elihat pada beberapa aspek dari berbagai kelompok individual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar